Padangsidimpuan-Sumut//mitrapolisi.id
Mahkamah Konstitusi (MK) telah membacakan Putusan MK Nomor : 135/PUU-XXII/2024 pada hari Kamis 26 Juni 2025 yang lalu dan yang akan mengubah penyelenggaraan pesta demokrasi di Indonesia. Dalam amar putusannya MK memisahkan pelaksanaan Pemilu Nasional dengan Pemilu Daerah. Pemilu Nasional nantinya meliputi : Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Daerah. Sedangkan Pemilu Daerah mencakup Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Pemilihan Anggota DPRD Provinsi, Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati/Walikota dan Wakil Walikota serta Pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota. Kemudian MK juga mengatur penyelenggaraan Pemilu Daerah dilaksanakan paling cepat 2 (dua) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan terhitung sejak pelantikan Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR dan Anggota DPD terpilih hasil dari Pemilu Nasional. Artinya akan ada jeda waktu dari penyelenggaraan Pemilu Nasional hingga diselenggarakannya Pemilu Daerah. Pemilu Nasional nantinya akan diselenggarakan pada tahun 2029 sedangkan Pemilu Daerah akan diselenggarakan pada tahun 2031 yang akan datang. Hal ini akan menandai berakhirnya pemilu 5 (lima) kotak yang sudah terlaksana dua kali pada tahun 2019 dan 2024.Hal ini paparkan ketika ketua KPU Kota Padang Sidempuan dengan awak media berbincang-bincang di kantornya pada Jum’at 05 Desember 2025.
Pertanyaannya : Apa yang menjadi dampak dari putusan ini..?
Disatu sisi tentunya akan mengurangi beban penyelenggara pemilu. Masih segar dalam ingatan kita pada penyelenggaraan Pemilu Serentak pertama tahun 2019 yang lalu menorehkan catatan kelam dalam sejarah kepemiluan di Indonesia. Data yang ada menyebutkan 554 orang meninggal dunia yang terdiri dari 440 petugas KPPS (yang bertugas di TPS), 92 anggota Panwaslu/PKD/PTPS dan 22 personel Polri diseluruh Indonesia. Beban kerja yang berat dan faktor kelelahan menjadi penyebab utamanya. Disamping itu petugas yang menderita sakit dan yang mengalami kecelakaan mencapai ribuan jumlahnya.
Pada penyelenggaraan Pemilu serentak tahun 2024 petugas yang meninggal dunia tercatat berjumlah 94 orang. Ribuan lainnya menderita sakit dan mengalami kecelakaan. Lagi lagi beban kerja yang berat dan faktor kelelahan menjadi penyebabnya walaupun sesungguhnya berbagai upaya pencegahan sudah dilaksanakan. Berkaca pada hal tersebut para pakar, pemerhati kepemiluan dengan gencar menyuarakan agar dilakukan evaluasi secara menyeluruh terkait sistem dan pelaksanaan tahapan pemilu mendatang. Pemisahan Pemilu Nasional dengan Pemilu Daerah adalah merupakan hasil evaluasi buah pikiran mereka dan merupakan salah satu yang mendasari Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan MK Nomor : 135/PUU-XXII/2024 ketika diajukan Judicial Review UU Pemilu ke lembaga tersebut.
Lalu bagaimana dampak putusan ini bila disandingkan dengan UUD 1945 dan UU Pemilu/Pemilihan..?
Pasal 22 E ayat 1 UUD 1945 menyebutkan : Pemilihan Umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia jujur dan adil setiap 5 tahun sekali. Dan ayat 2 menyebutkan : Pemilihan Umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pasal 18 ayat 3 UUD 1945 tentang Pemerintah Daerah menyebutkan : Pemerintah Daerah Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggotanya dipilih melalui Pemilihan Umum.
Dari kedua pasal tersebut, UUD 1945 telah mengatur pelaksanaan pemilu termasuk pemilihan anggota DPRD baik provinsi maupun kabupaten/kota dan menjadi satu kesatuan utuh yang tidak bisa dipisahkan dengan pemilihan lainnya yang selama ini kita kenal dengan istilah Pemilu 5 kotak. Sedangkan dalam putusan MK pemilihan anggota DPRD menjadi bagian dari Pemilu Daerah yang mana dalam pelaksanaannya paling cepat 2 tahun dan paling lama 2 tahun 6 bulan setelah Pemilu Nasional dilaksanakan.
Bila kita tarik kepada Undang Undang Pemilu, Pasal 167 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ayat 1 menyebutkan : Pemilu dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Sedangkan ayat 4 huruf f menyebutkan : Tahapan Pemilu meliputi pencalonan Presiden dan Wakil Presiden serta Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Demikian juga dengan Undang Undang Pemilihan, UU Nomor 1 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Pasal 1 ayat 3 menyebutkan : Pemilihan dilaksanakan setiap 5 tahun sekali secara serentak diseluruh Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sama halnya dengan UU Pemilu, UU Pemilihan Kepala Daerah juga masih mengatur pelaksanaannya setiap 5 tahun sekali. Ini artinya untuk mengaplikasikan Putusan MK Nomor : 135/PUU-XXII/2024 pada perhelatan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah mendatang masih diperlukan langkah langkah penyesuaian agar terakomodir pada UUD 1945 dan UU Pemilu/Pemilihan. Bukankan UUD 1945 adalah Konstitusi Negara Republik Indonesia, yang menjadi sumber dari segala sumber hukum dan berfungsi sebagai hukum dasar tertinggi, landasan sistem politik dan yang menjadi pedoman bagi semua peraturan perundang-undangan lainnya..?
Menarik untuk ditunggu seperti apa amandemen kelima UUD 1945 dan Revisi UU Pemilu/Pemilihan untuk mengakomodir pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah nantinya.
Poin terakhir yang ingin saya sampaikan pada kesempatan ini adalah terkait masa jabatan kepala daerah dan wakilnya baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Begitu juga dengan masa jabatan anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota hasil pemilu dan pemilihan serentak tahun 2024. Regulasi saat ini yang mengatur masa jabatan kepala daerah dan anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dgn UU Pemilu dan UU Pemilihan adalah 5 tahun. Anggota DPRD Provinsi maupun Kabupaten/Kota terpilih pada pemilu serentak tahun 2024 dilantik pada tahun 2024 akan mengemban masa jabatannya sampai dengan tahun 2029. Sedangkan Kepala Daerah terpilih pada Pemilihan serentak Tahun 2024 dilantik pada tahun 2025 akan mengemban masa jabatan hingga tahun 2030. Mengacu pada putusan MK Nomor : 135/PUU-XXII/2024, Pemilu Daerah dilaksanakan tahun 2031 yang akan datang, hal ini tentu berpotensi adanya kekosongan jabatan eksekutif maupun legislatif di daerah. Untuk jabatan eksekutif barangkali masih bisa diantisipasi dengan mengangkat Penjabat Gubernur, Bupati atau Walikota. Bagaimana dengan Legislatifnya..? Seandainya jabatan legislatif diperpanjang hingga pemilu daerah tahun 2031 tentunya memunculkan pertanyaan, apa yang menjadi payung hukumnya..? Begitu juga sebaliknya seandainya tidak diperpanjang bagaimana mungkin berjalannya pemerintahan di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku tanpa adanya fungsi legislatif.
Penyelenggaraan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah masih panjang kedepan, masih memungkinkan untuk menyusun, merubah dan menetapkan ketentuan peraturan agar pelaksanaannya nanti sesuai dengan harapan kita bersama. Satu hal yang pasti apa yang sudah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi ini tentunya sebagai upaya perbaikan sistem pemilu, penguatan lembaga penyelenggara pemilu dan penguatan tata kelola pemilu. Dengan sistem dan tata kelola pemilu yang semakin baik sudah sewajarnya kita menaruh harapan besar output dari pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah nantinya akan menghasilkan pemimpin yang berkualitas dan berintegritas di negeri yang sangat kita cintai ini… (tdl) (007)
