Sempat Mencuat, Kini Warga Trans Swakarsa Di Kabupaten Palas Minta Kementrian Transmigrasi Penuhi Hak Masyarakat Dan Hentikan PT. VAL

Sempat Mencuat, Kini Warga Trans Swakarsa Di Kabupaten Palas Minta Kementrian Transmigrasi Penuhi Hak Masyarakat Dan Hentikan PT. VAL

Spread the love

PALAS-SUMUT//mitrapolisi.id

Masyarakat Trans Swakarsa di Kabupaten Padang Lawas tepatnya di Desa Ujung Batu V, Kecamatan Hutaraja Tinggi meminta kementrian transmigrasi penuhi hak masyarakat terkait hak pengelolaan lahan (HPL) yang belum terpenuhi, Kamis (16/10/25).

Hal itu mencuat sejak tahun 2008 hingga menjadi persoalan antara warga trans swakarsa dengan PT. VAL.

Dijelaskan Erli Sakti Simanjuntak didampingi warga lain yang juga merupakan warga Trans Swakarsa serta memaparkan berdirinya transmigrasi sejak tahun delapan puluhan.

“Pemerintah republik Indonesia menyelenggarakan transmigrasi pada tahun 1981-1982 dengan lahan luas lahan per rumah tangganya 2 hektare, berada di wilayah kecamatan sosa, Kabupaten Tapanuli Selatan, terdiri dari transmigrasi umum ditambah dengan transmigrasi lokal sebanyak 10 persen, seiring berjalannya waktu pada tahun 2007 Kabupaten Palas khususnya dan 4 kabupaten lainnya di Tabagsel di lakukan pemekaran sesuai dengan undang undang nomor 38 tahun 2007. Ucap Erli Sakti Simanjuntak

Lebih lanjut kata Erli Sakti Simanjuntak, pada tahun 1991-1992 kementrian transmigrasi memberikan lahan HPL kepada trans migrasi umum dan trans migrasi lokal serta generasi nya yang berada di trans migrasi swakarsa yang tercatat dua hektare per keluarga, Namun pada kenyataannya terkhusus warga yang berada di transmigrasi swakarsa hanya menerima hak tapak tanah ukuran 450 meter. Cetusnya

Kemudian sambung simanjuntak, pada tahun 1995 PT. VAL hadir di wilayah transmigrasi, dan pada tahun 1996 tepatnya 16 januari PT. VAL (victorindo alam lestari) bekerja sama dengan kementrian transmigrasi dan permukiman perambahan hutan melalui izin pelaksanaan transmigrasi dengan pola perkebunan inti rakyat transmigrasi dan berakhir pada tanggal 16 januari 2001 tercatat 5 tahun, ironisnya pengelolaan HPL tersebut sudah di berikan lebih awal kepada warga trans.Bebernya

Ditambahkan simanjuntak, tertuang pada surat pengaduan lewat kementrian transmigrasi, pihak PT. VAL pernah beberapa kali mengajukan izin pelaksanaan transmigrasi kepada mentri tenaga kerja dan transmigrasi, tetapi belum dapat di setujui karena pada lokasi tersebut masih terdapat beberapa persoalan yang belum terselesaikan.

“Izinnya PT. VAL sudah mati, sejak tahun 2001 sesuai dengan surat edaran direktorat jendral penyiapan kawasan dan pembangunan permukiman transmigrasi, maka kami meminta agar hak kami kembali yaitu izin HPL di berikan kepada kami sebab perjanjian 2 hektare belum terpenuhi oleh kementrian dan kami meminta PT. VAL berhenti beroperasi dan jangan lagi menguasai lahan kami. Pintanya

Dikatakan simanjuntak, kementrian imigrasi dinilai sudah membohongi masyarakat trans swakarsa.

“Tahun 2008 pertikaian kami mencuat dengan pihak PT VAL dikarenakan HPL, di tahun yang sama kami diundang mengadakan rapat di Kantor Bupati Padang Lawas pada agenda pembahasan masalah lahan usaha satu dan dua, nah pada saat itu pihak dari Kementrian Transmigrasi menyuruh kami agar membentuk koperasi bermaksut untuk bekerjasama dengan PT. VAL, padahal dulu kami itu kelompok tani, lantaran di suruh pihak kementrian wilayah sumut membentuk koperasi, secara tidak langsung kami telah di bodohi karna apa yang kami lakukan telah memutus mata rantai terhadap hak yang kami tuntut.Jelasnya

Didapati informasi, masyarakat transmigrasi umum dan lokal yang terdiri dari 2500 keluarga, setiap desa terdiri dari 500 keluarga, dari 5 desa atau 5 unit yakni unit satu (desa ujung batu 1) unit dua (ujung batu 2) unit tiga (ujung batu 3), unit empat (ujung batu 4) dan unit lima (ujung batu 5). Masyarakat trans swakarsa merupakan anak keturunan dari trans umum dan lokal.
(007)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *